PANCA JIWA PONDOK PESANTREN

Bagikan

PANCA JIWA PONDOK PESANTREN
Dikutip dari prasaran
KH. Imam Zarkasyi
Dalam Seminar Pondok Pesantren Seluruh Indonesia
Di Yogyakarta pada tanggal 4 s/d 7 Juli 1965
___________________________________________________________

Kehidupan Pondok Pesantren dijiwai oleh suasana-suasana yang dapat kita simpulkan dalam Panca Jiwa sebagai berikut:

1. JIWA KEIKHLASAN
Sepi ing pamrih (tidak karena didorong oleh keinginan memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu), semata-mata karena untuk Ibadah. Hal ini meliputi segenap suasana kehidupan di pondok pesantren. Kyai ikhlas dalam mengajar, para santri ikhlas dalam belajar, lurah Pondok pesantren ikhlas dalam membantu (asistensi). Segala gerak-gerik dalam pondok pesantren berjalan dalam suasana keikhlasan yang mendalam.
Dengan demikian, terdapatlah suasana hidup yang harmonis antara Kyai yang disegani dan santri yang taat dan penuh cinta serta hormat. Maka seorang santri atau setiap santri harus mengerti dan menyadari arti LILLAH arti beramal arti taqwa dan arti ikhlas.
Sebagai seorang muslim tentunya di mana saja akan berdakwah. Maka seorang santri dengan jiwa keikhlasannya, merupakan persiapan ke arah itu, dimana ada kesempatan. Maka mudah dikatakan bahwa Pondok Pesantren adalah obor yang akan membawa cahaya penerangan Islam sepanjang zaman.

2. JIWA KESEDERHANAAN
Kehidupan dalam pondok pesantren diliputi suasana kesederhanaan, tetapi agung. Sederhana bukan berarti passif (Bahasa Jawa: Narimo) dan bukan berarti itu karena melarat atas kemiskinan tetapi mengandung unsur kekuatan dan ketabahan hati, penguasaan diri dalam menghadapi perjuangan hidup dengan segala kesulitan.
Maka dibalik kesederhanaan itu terpancarlah jiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perjuangan hidup, pantang mundur dalam segala keadaan. Bahkan disinilah tumbuh hidupnya mental/karakter yang kuat yang menjadi syarat bagi suksesnya perjuangan dalam segala segi kehidupan.

3. JIWA KESANGGUPAN MENOLONG DIRI SENDIRI (ZELP HELP) ATAU BERDIKARI (Berdiri di atas kaki sendiri)
Didikan inilah yang merupakan senjata hidup yang ampuh. Berdikari bukan saja dalam arti bahwa santri-santri selalu belajar dan berlatih mengurus segala kepentingan sendiri, tetapi juga Pondok Pesantren itu sendiri sebagai Lembaga Pendidikan, tidak pernah menyandarkan kehidupannya kepada bantuan atau belas kasihan orang lain. Itulah Zelp Berdruiping Systeem (sama-sama memberikan iuran sama-sama dipakai). Dalam hal itu tidak bersikap kaku sehingga menolak orang-orang yang hendak membantu pondok.

4. JIWA UKHUWAH ISLAMIYAH (yang Demokratis antara para santri)
Kehidupan di Pondok Pesantren diliputi suasana persaudaraan yang akrab, sehingga kesenangan dirasakan bersama dengan jalinan perasaan keagamaan. Ukhuwah ini, bukan hanya selama di Pondok Pesantren itu sendiri, tetapi juga mempengaruhi ke arah persatuan umat dalam masyarakat sepulangnya para santri dari pondok

5. JIWA BEBAS
Bebas dalam berfikir dan berbuat, bebas dalam menentukan masa depannya, dalam memilih jalan hidup di dalam masyarkat kelak bagi para santri dengan berjiwa optimis dalam menghadapi kehidupan. Kebebasan itu bahkan sampai kepada bebas dari pengaruh asing/kolonial. (Di sinilah harus di cari sejarah Pondok Pesantren yang mengisolir diri dari kehidupan ala Barat yang dibawa penjajah)
Hanya saja dalam kebebasan ini seringkali kita temui unsur-unsur negatif yaitu apabila kebebasan itu disalahgunakan, sehingga terlalu bebas (liberal) sehingga kehilangan arah dan tujuan atau prinsip. Sebaliknya ada pula rasa yang terlalu bebas (untuk tidak dipengaruhi), berpegang teguh pada tradisi yang dianggap paling baik sendiri, yang telah menguntungkan pada zamannya, dan tidak memperhitungkan masa depannya. Akhirnya tidak bebas lagi, karena mengikatkan diri kepada yang diketahui itu saja.
Maka kebebasan ini harus dikembalikan kepada aslinya yaitu di dalam garis-garis DISIPLIN YANG POSITIF, dengan penuh tanggung jawab, baik di dalam kehidupan Pondok Pesantren itu sendiri, maupun dalam kehidupan masyarakat.
Jiwa yang menguasai suasana Pondok Pesantren itulah yang dibawa oleh santri sebagai bekal pokok dalam kehidupannya di dalam masyarakat. Dan jiwa Pondok Pesantren inilah yang harus senantiasa dihidup-hidupkan, dipelihara dan dikembangkan sebaik-baiknya.